Suhu udara di wilayah Yogyakarta dalam beberapa hari terakhir terasa cukup panas dan gerah.
Hal itu juga dibenarkan oleh BMKG Stasiun Klimatologi Yogyakarta.
Kepala Unit Analisa dan Prakiraan Cuaca BMKG Stasiun Klimatologi Yogyakarta, Sigit Hadi Prakosa, mengatakan suhu tertinggi di wilayah DIY tercatat mencapai 33 derajat celcius.
Meski demikian, angka tersebut belum termasuk pada suhu yang ektrim.
BMKG Stasiun Klimatologi Yogyakarta mencatat suhu tertinggi DIY pernah mencapai 35 derajat Celcius.
"Kalau dibandingkan dengan sebelum-sebelumnya memang terasa sangat panas. Kami mencatat beberapa hari ini baru mencapai 33 derajat Celcius. Masih tergolong normal dan belum termasuk ektrim. Yogyakarta dulu pernah mencapai 35 derajat Celcius.
Ia menjelaskan ada beberapa faktor yang mempengaruhi suhu yang terbilang tinggi ini.
Faktor pertama dilihat dari segi astronomis.
Saat ini matahari berada di belahan bumi Utara, berada dekat dengan ekuator.
Keberadaan matahari yang berada dekat ekuator, membuat daerah sekitar ekuator menjadi lebih panas.
Selain faktor astronomis, faktor kedua adalah faktor metrologis.
Menurut pantauan BMKG Staklim Yogyakarta, pagi hingga sore terpantau cerah dan tidak tertutup awan.
Sehingga panas matahari langsung bisa dirasakan oleh permukaan bumi.
Faktor ketiga yang mempengaruhi Urban Heat Island, dimana banyak bangunan-bangunan yang dibangun, utamanya di kawasan perkotaan.
Selain banyaknya gedung, aspal yang berwarna hitam juga menambah panas.
"Jadi dari atas panas yang langsung ke permukaan bumi, ditambah gelombang panas dari aspal-aspal itu yang bisa langsung kita rasakan. Akhirnya ya tambah panas. Tetapi kalau ada awan, suhunya agak turun, tidak terlalu panas," jelasnya.
Kepala Kelompok Data dan Informasi BMKG Stasiun Klimatologi Yogyakarta, Djoko Budiyono menambahkan hasil analisa iklim di DIY dalam dasarian dua bulan April 2019, curah hujan masuk dalam kategori rendah.
Namun ia memperkirakan akan ada peningkatan curah hujan pada dasarian ketiga.
Dasarian dua berkisar 0-50 mm/ dasarian, ini memang termasuk kategori rendah. Hanya ada beberapa daerah saja seperti Gunung Kidul yang masih 51-200mm/ dasarian. Namun prediksi kami akan sedikit meningkat dibandingkan 10 hari sebelumnya, yaitu sekitar 20-75 mm/dasarian.
Secara umum, lanjutnya iklim di wilayah Yogyakarta masih masuk dalam kategori pancaroba.
Suhu Udara di Wilayah Yogyakarta Terasa Panas dan Gerah, Begini penjelasannya.
Pada masa pancaroba ini, masih ada potensi terjadinya hujan pada siang,sore, dan malam hari.
Untuk memasuki musim kemarau, diperkirakan pada akhir April atau awal Mei 2019.
Jadi untuk musim kemarau di wilayah DIY diprediksi akan dimulai dari akhir bulan april ini untuk bagian tenggara, selatan seperti pesisir Gunung Kidul. Kemudian sebagian besar wilayah DIY akan masuk musim kemarau di dasarian 1 Mei (awal Mei) hingga desarian 2 Mei ( pertengahan Mei) 2019.
Untuk itu masyarakat tetap mewaspadai potensi hujan yang masih terjadi di pancaroba ini serta mulai mempersiapkan diri menghadapi musim kemarau yang akan datang.
Hal itu juga dibenarkan oleh BMKG Stasiun Klimatologi Yogyakarta.
Kepala Unit Analisa dan Prakiraan Cuaca BMKG Stasiun Klimatologi Yogyakarta, Sigit Hadi Prakosa, mengatakan suhu tertinggi di wilayah DIY tercatat mencapai 33 derajat celcius.
Meski demikian, angka tersebut belum termasuk pada suhu yang ektrim.
BMKG Stasiun Klimatologi Yogyakarta mencatat suhu tertinggi DIY pernah mencapai 35 derajat Celcius.
"Kalau dibandingkan dengan sebelum-sebelumnya memang terasa sangat panas. Kami mencatat beberapa hari ini baru mencapai 33 derajat Celcius. Masih tergolong normal dan belum termasuk ektrim. Yogyakarta dulu pernah mencapai 35 derajat Celcius.
Ia menjelaskan ada beberapa faktor yang mempengaruhi suhu yang terbilang tinggi ini.
Faktor pertama dilihat dari segi astronomis.
Saat ini matahari berada di belahan bumi Utara, berada dekat dengan ekuator.
Keberadaan matahari yang berada dekat ekuator, membuat daerah sekitar ekuator menjadi lebih panas.
Selain faktor astronomis, faktor kedua adalah faktor metrologis.
Menurut pantauan BMKG Staklim Yogyakarta, pagi hingga sore terpantau cerah dan tidak tertutup awan.
Sehingga panas matahari langsung bisa dirasakan oleh permukaan bumi.
Faktor ketiga yang mempengaruhi Urban Heat Island, dimana banyak bangunan-bangunan yang dibangun, utamanya di kawasan perkotaan.
Selain banyaknya gedung, aspal yang berwarna hitam juga menambah panas.
"Jadi dari atas panas yang langsung ke permukaan bumi, ditambah gelombang panas dari aspal-aspal itu yang bisa langsung kita rasakan. Akhirnya ya tambah panas. Tetapi kalau ada awan, suhunya agak turun, tidak terlalu panas," jelasnya.
Kepala Kelompok Data dan Informasi BMKG Stasiun Klimatologi Yogyakarta, Djoko Budiyono menambahkan hasil analisa iklim di DIY dalam dasarian dua bulan April 2019, curah hujan masuk dalam kategori rendah.
Namun ia memperkirakan akan ada peningkatan curah hujan pada dasarian ketiga.
Dasarian dua berkisar 0-50 mm/ dasarian, ini memang termasuk kategori rendah. Hanya ada beberapa daerah saja seperti Gunung Kidul yang masih 51-200mm/ dasarian. Namun prediksi kami akan sedikit meningkat dibandingkan 10 hari sebelumnya, yaitu sekitar 20-75 mm/dasarian.
Secara umum, lanjutnya iklim di wilayah Yogyakarta masih masuk dalam kategori pancaroba.
Suhu Udara di Wilayah Yogyakarta Terasa Panas dan Gerah, Begini penjelasannya.
Pada masa pancaroba ini, masih ada potensi terjadinya hujan pada siang,sore, dan malam hari.
Untuk memasuki musim kemarau, diperkirakan pada akhir April atau awal Mei 2019.
Jadi untuk musim kemarau di wilayah DIY diprediksi akan dimulai dari akhir bulan april ini untuk bagian tenggara, selatan seperti pesisir Gunung Kidul. Kemudian sebagian besar wilayah DIY akan masuk musim kemarau di dasarian 1 Mei (awal Mei) hingga desarian 2 Mei ( pertengahan Mei) 2019.
Untuk itu masyarakat tetap mewaspadai potensi hujan yang masih terjadi di pancaroba ini serta mulai mempersiapkan diri menghadapi musim kemarau yang akan datang.