Sering disamakan dengan ludruk, namun pada kenyataannya, ketoprak dan ludruk berbeda. Ketoprak merupakan sebuah seni pertunjukan rakyat yang berasal dari Jawa Tengah, khususnya Jogja. Seni ketoprak Jogja menggabungkan beberapa unsur seni sekaligus yaitu seni drama, seni tari, musik, suara, dan seni sastra.
Dibalik seni pertunjukan yang sampai saat ini masih dilestarikan, dibaliknya terdapat cerita asal – usul yang dipercaya sebagai bakal tercipta dan populernya seni ketoprak di Jogja. Pada kesempatan kali ini, kita akan membahasnya!
Seni Ketoprak Jogja : Asal – Usulnya Begini
Ketoprak pada mulanya berasal dari permainan yang dilakukan gadis desa ketika bulan purnama tiba diiringi dengan musik khas yaitu tabuhan menggunakan tangan atau yang dikenal di Jawa sebagai ‘kotekan’.
Kemudian, ketoprak berkembang diiringi dengan alat musik penunjang selain kotekan yaitu lesung (alat untuk menumbuk padi), seruling, terbang, dan kendang, yang kemudian membuatnya dikenal sebagai kesenian ketoprak karena alat musik tersebut menghasilkan bunyi ‘dung… dung… prak… prak..:’.
Pada zaman dahulu, masyarakat Jawa yang mayoritas masih beragama Hindu percaya bahwa memainkan berbagai alat musik lesung, seruling, terbang, dan kendang dapat membuat Dewi Sri yang dikenal sebagai Dewi Kesuburan hadir ke bumi untuk memberikan kesuburan ke tanah – tanah dan ladang – ladang sehingga hasil panen bagus.
Karena itu, ketoprak juga menjadi sebuah kesenian yang sering dikait – kaitkan dengan makna – makna religius. Kemudian pada tahun 1920-an, ketoprak mulai masuk dan terkenal di kalangan Keraton Jogja. Kesenian ini di wilayah Keraton Jogja digunakan untuk menghibur abdi dalem dan priyayi. Karena itu ketoprak sering dikaitkan sebagai kesenian untuk menghibur bangsawan.
Lalu pada tahun 1922, pertunjukan seni ketoprak Jogja mulai keluar dari keraton dan bisa dinikmati kalangan umum. Saat itulah, kemudian bermunculan berbagai kelompok ketoprak seperti kelompok ketoprak Condrodiprajan, Ngasem, Langen Muda di Kertananden, dan sebagainya.
Lanjut di tahun 1925, seorang mantan pemain ketoprak yakni Ki Jagat Trunarsa mendirikan kelompok ketoprak baru yang diberi nama Krida Madya Utama. Waktu itu, Ki Jagat Trunarsa berperan menjadi pemimpin kelompok ketoprak baru tersebut sekaligus menjadi sutradara dalam pertunjukannya.
Pertunjukan mereka tidak dilakukan di satu tempat, melainkan dilakukan secara berkeliling dari daerah ke daerah hingga akhirnya tahun 1925 dianggap sebagai titik tolak perkembangan ketoprak di seluruh wilayah Jogja.
Lanjut pada tahun 1927, alat pengiring ketoprak berganti dari lesung ke gamelan. Gamelan yang digunakan mengiringi adalah slendro, pelog, dan keprak. Para priyayi sangat suka dengan perkembangan positif ini karena gamelan lebih dianggap elegan dan menarik dibandingkan lesung.
Selain itu, cerita yang dipertontonkan dalam ketoprak pun semakin bervariasi. Tidak hanya terbatas cerita rakyat dan sejarah sehingga ketoprak pun menjadi sebuah pertunjukan yang semakin dikenal. Akhirnya, ketoprak pun semakin meluas dan bahkan sudah terkenal di daerah Deli, Sumatra bagian timur sebagai hiburan bagi orang Jawa yang menetap di sana.
Oleh sebab itu, meski bermula di Jogja, seni pertunjukan ketoprak pada akhirnya berkembang sebagai salah satu warisan budaya dan kesenian di Indonesia yang bisa disaksikan di berbagai wilayah termasuk wilayah di luar pulau Jawa.
Kemudian, ketoprak berkembang diiringi dengan alat musik penunjang selain kotekan yaitu lesung (alat untuk menumbuk padi), seruling, terbang, dan kendang, yang kemudian membuatnya dikenal sebagai kesenian ketoprak karena alat musik tersebut menghasilkan bunyi ‘dung… dung… prak… prak..:’.
Pada zaman dahulu, masyarakat Jawa yang mayoritas masih beragama Hindu percaya bahwa memainkan berbagai alat musik lesung, seruling, terbang, dan kendang dapat membuat Dewi Sri yang dikenal sebagai Dewi Kesuburan hadir ke bumi untuk memberikan kesuburan ke tanah – tanah dan ladang – ladang sehingga hasil panen bagus.
Karena itu, ketoprak juga menjadi sebuah kesenian yang sering dikait – kaitkan dengan makna – makna religius. Kemudian pada tahun 1920-an, ketoprak mulai masuk dan terkenal di kalangan Keraton Jogja. Kesenian ini di wilayah Keraton Jogja digunakan untuk menghibur abdi dalem dan priyayi. Karena itu ketoprak sering dikaitkan sebagai kesenian untuk menghibur bangsawan.
Lalu pada tahun 1922, pertunjukan seni ketoprak Jogja mulai keluar dari keraton dan bisa dinikmati kalangan umum. Saat itulah, kemudian bermunculan berbagai kelompok ketoprak seperti kelompok ketoprak Condrodiprajan, Ngasem, Langen Muda di Kertananden, dan sebagainya.
Lanjut di tahun 1925, seorang mantan pemain ketoprak yakni Ki Jagat Trunarsa mendirikan kelompok ketoprak baru yang diberi nama Krida Madya Utama. Waktu itu, Ki Jagat Trunarsa berperan menjadi pemimpin kelompok ketoprak baru tersebut sekaligus menjadi sutradara dalam pertunjukannya.
Pertunjukan mereka tidak dilakukan di satu tempat, melainkan dilakukan secara berkeliling dari daerah ke daerah hingga akhirnya tahun 1925 dianggap sebagai titik tolak perkembangan ketoprak di seluruh wilayah Jogja.
Lanjut pada tahun 1927, alat pengiring ketoprak berganti dari lesung ke gamelan. Gamelan yang digunakan mengiringi adalah slendro, pelog, dan keprak. Para priyayi sangat suka dengan perkembangan positif ini karena gamelan lebih dianggap elegan dan menarik dibandingkan lesung.
Selain itu, cerita yang dipertontonkan dalam ketoprak pun semakin bervariasi. Tidak hanya terbatas cerita rakyat dan sejarah sehingga ketoprak pun menjadi sebuah pertunjukan yang semakin dikenal. Akhirnya, ketoprak pun semakin meluas dan bahkan sudah terkenal di daerah Deli, Sumatra bagian timur sebagai hiburan bagi orang Jawa yang menetap di sana.
Oleh sebab itu, meski bermula di Jogja, seni pertunjukan ketoprak pada akhirnya berkembang sebagai salah satu warisan budaya dan kesenian di Indonesia yang bisa disaksikan di berbagai wilayah termasuk wilayah di luar pulau Jawa.
Fungsi Pertunjukan Seni Ketoprak Jogja
1. Sebagai pelestarian budayaSeni ketoprak Jogja merupakan sebuah budaya tradisional Jogja yang sudah ada sejak lama. Supaya tidak punah dan terlupakan, karena itu pertunjukan seni ini wajib disebarluaskan, dan dilestarikan.
Ada beberapa tempat di Jogja yang menampilkan berbagai pertunjukan seni tradisional termasuk seni ketoprak Jogja, di antaranya adalah gedung RRI Jogja yang diselenggarakan secara rutin setiap bulan, Keraton Jogja yang masih mempertahankan kelestarian budaya seni pertunjukan ketoprak, atau di gedung lantai tiga House Of Raminten.
Ada beberapa tempat di Jogja yang menampilkan berbagai pertunjukan seni tradisional termasuk seni ketoprak Jogja, di antaranya adalah gedung RRI Jogja yang diselenggarakan secara rutin setiap bulan, Keraton Jogja yang masih mempertahankan kelestarian budaya seni pertunjukan ketoprak, atau di gedung lantai tiga House Of Raminten.
2. Sebagai hiburan
Seni ketoprak Jogja merupakan sebuah teater tradisional yang dipentaskan untuk dinikmati penonton. Karena itu fungsi utama dari pertunjukannya adalah sebagai media hiburan. Diharapkan, setelah menyaksikan pertunjukan ini, penonton tidak hanya akan menemukan nilai moral dari seni ketoprak melainkan juga bahagia, terhibur, dan rasa penat pun hilang.
3. Sebagai media kritik sosial
Pada zaman dahulu, setelah ketoprak berkembang dan tidak hanya bisa dinikmati di wilayah Keraton saja, banyak protes terhadap pemegang kuasa digaungkan lewat pertunjukan ketoprak.
Oleh sebab itu, pada akhirnya fungsi ketoprak juga dijadikan sebagai wadah atau media untuk mengkritisi program – program pemegang kuasa atau pemerintah yang berwenang, pemegang mandat, dan lainnya.
Oleh sebab itu, pada akhirnya fungsi ketoprak juga dijadikan sebagai wadah atau media untuk mengkritisi program – program pemegang kuasa atau pemerintah yang berwenang, pemegang mandat, dan lainnya.
4. Sebagai pendidikan masyarakat
Banyaknya cerita yang dibawakan dalam seni ketoprak bisa membuat masyarakat belajar banyak hal mulai dari sejarah masa lalu, kisah – kisah yang diceritakan dalam ketoprak yang di dalamnya mengandung banyak nilai moral, sampai dengan belajar politik lewat kritik – kritik yang disampaikan (jika memang sedang ada kritik sosial tertentu). Karena itu seni ketoprak juga berfungsi sebagai sarana pendidikan masyarakat.
Demikian sekilas informasi yang kami dapat bagikan terkait seni ketoprak Jogja mulai dari asal usul dan perkembangannya, sampai dengan fungsi keberadaannya. Semoga informasi di atas menjadi informasi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan khususnya terkait seni dan budaya Jogja.